Sabtu, 04 Mei 2013

Beranda » PT Boma Bisma Indra Butuh Suntikan Modal

PT Boma Bisma Indra Butuh Suntikan Modal


TEMPO.CO, Jakarta -
Surabaya- Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang pembuatan komponen industri, PT Boma Bisma Indra (Persero), membutuhkan pendanaan untuk meningkatkan kemampuan produksinya. Kepala Biro Humas PT Boma Bisma (BBI) Indra, Budi Anta mengatakan minimnya pendanaan, berdampak pada kinerja perseroan.

Tahun 2012, kata ia, perseroan baru saja lepas dari jerat hutang sebesar Rp 29 miliar. Ia mengakui, perseroan terkendala akses kredit perbankan. Padahal, perseroan mendapat pesanan cukup banyak, tapi terkendala keterbatasan modal

"PT BBI ini masuk black list lembaga keuangan. Jadi belum bisa meminjam permodalan sendiri," katanya di temui saat pameran Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) di Gramedia Expo Surabaya, Sabtu 4 Mei 2013.

Selain kesulitan modal, menyandang status black list juga menyulitkan perseroan untuk mengikuti tender-tender terbuka. Praktis, perseroan hanya mengandalkan pesanan dari pelanggan industri dengan menyesuaikan kemampuan kas internal.

Budi mengaku, PT BBI mengandalkan kucuran modal dari Perusahaan Pengelola Aset yang turut menyokong kebutuhan modal perseroan. Tahun 2012, target penjualan senilai Rp 200 miliar, namun realisasinya hanya Rp 169 miliar. Dari nilai itu, laba operasional sebesar Rp 23 miliar. "Seiring membaikan keuangan perusahaan, tahun ini ditargetkan penjualan mencapai Rp 270 miliar," katanya.

Secara kualitas, ia menegaskan, hasil produksi PT BBI tidak kalah dengan produk luar negeri dan sangat kompetitif. Tahun ini, 15 perusahaan domestik dan internasional, mengajukan pesanan pembuatan komponen inti guna mendukung kinerja industrinya.

Budi mencontohkan, PT PLN, PTPN X dan XI, Philips, Hitachi, PT Pertamina, Semen Indonesia, Semen Tonasa dan Semen Bosowa, telah menunjuk PT Boma Bisma Indra mengerjakan proyek engineering, procurement, construction dan industrial setiap segmen pelanggan.

Ia berharap, kinerja perseroan semakin membaik dengan banyaknya pesanan dari pelaku industri dan menandakan bahwa kualitas produk perseroan masih diperhitungkan. "Tahun 2013 ini, kita fokus pengerjaan pada industri CPO, pabrik gula, semen, power plan, dan migas," Budi menjelaskan.

Selain terkendala pendanaan, Budi mengaku sebagian bahan baku tidak bisa didapatkan dari dalam negeri. Pihaknya terpaksa harus impor untuk proses produksi. Sekitar 60 persen komponen masih impor. Bahkan, untuk peralatan industri migas bisa sampai 70 persen kandungan impornya. Untuk konten lokal hanya kisaran 30 persen. Sebab, perusahaan Indonesia belum mampu memproduksi beberapa komponen plat berbahan titanium.

DIANANTA P. SUMEDI


http://www.tempointeraktif.com/hg/bisnis/2013/05/05/brk,20130505-478024,id.html