Kamis, 02 Mei 2013

Beranda » Pemerintah Waspadai Penurunan Impor Barang Modal

Pemerintah Waspadai Penurunan Impor Barang Modal

Teknisi melakukan pemeriksaan komponen mesin yang di rakit oleh para siswa SMKN 1 Jakarta, kamis (05/01) Dengan kapasitas mesin 1500 CC Twin Cam 16 valve, dengan bahan logam tertentu yang masih di impor dari luar dibuat mampu bersaing dengan produk mesin mobil ternama. TEMPO/Dasril Roszandi

TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi mengatakan pemerintah menelusuri penyebab turunnya impor barang modal yang terjadi pada kuartal pertama tahun ini. Pengurangan dinilai memburuk jika diikuti anjloknya produksi. "Akan mempengarahui kinerja perekonomian," katanya di Jakarta, Kamis, 2 Mei 2013.

Sebaliknya, jika produksi tetap pengurangan impor barang modal dinilai akibat meningkatnya suplai bahan baku lokal. "Kalau tergantikan barang modal lokal itu bagus."

Data Badan Pusat Statistik menyebutkan impor barang modal mencapai US$ 7,7 miliar selama kuartal pertama tahun ini. Jumlah itu menurun 15,8 persen ketimbang impor periode yang sama tahun lalu.

Tren penurunan impor barang modal terlihat sejak November tahun lalu. Catatan BPS realisasi impor barang modal mencapai US$ 3,3 miliar pada Oktober 2012, lalu turun menjadi US$ 3,26 miliar pada November, dan anjlok lagi menjadi US$ 3,01 miliar pada Desember.

Memasuki tahun baru, laju penurunan masih berlangsung. Tercatat pada akhir Januari lalu impor barang modal itu mencapai US$ 2,63 miliar dan masih turun lagi menjadi US$ 2,56 miliar pada Februari lalu.

Berbeda dengan Bayu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi tidak merisaukannya. Menurut dia penurunan impor barang modal merupakan fenomena siklus bisnis. "Barang modal itu kan mesin-mesin, tahan lama, tahun lalu kita sudah beli banyak, ya, ngapain beli lagi," katanya saat dihubungi.

Penurunan itu dinilai tidak mempengaruhi kegiatan produksi. Menurut Sofjan impor bahan baku atau penolang yang mencatatkan kenaikan 5,2 persen atau sebesar US$ 34,9 miliar menjadi indikator yang tepat menggambarkan kondisi kegiatan produksi. "Jadi produksi tidak terganggu."

PINGIT ARIA


http://www.tempointeraktif.com/hg/analisa_bisnis/2013/05/02/brk,20130502-477553,id.html