Jumat, 03 Mei 2013

Beranda » Batik Magelang Usung Motif Legenda Kampung

Batik Magelang Usung Motif Legenda Kampung

Sabtu, 04 Mei 2013 | 06:50 WIB

TEMPO.CO, Magelang-Mungkin tidak banyak orang tahu tentang batik khas Magelang. Batik Magelang ternyata cukup unik karena motifnya mengangkat legenda kampung di Magelang.

Penggagas Awal, Kelik Subarjo mengatakan pada tahun 2010 batik Magelang diciptakan. Ide pembuatannya, kata Kelik, lantaran Magelang tidak memiliki keunikan soal batik. Padahal, di beberapa daerah, batik sudah menjadi ciri khasnya. "Tidak ada dalam sejarah kalau Kota Magelang berasal dari nenek moyang pembatik. Padahal waktu itu, pemerintah Kota mencanangkan pembuatan batik khas," kata Kelik.

Kelik pun dan beberapa rekannya yang konsen pada batik mulai menciptakan ide untuk motifnya. Akhirnya dipilihlah nama-nama kampung yang terbesar di 17 kelurahan di Kota Magelang. "Kampung yang dipilih sebagai motif adalah yang memiliki legenda atau riwayat unik," kata Kelik.

Ada beberapa kampung yang dipilih seperti Gelangan, Bayeman, Mirikerep, Mantiasih, Kebonpolo, Watertoren, dan Patenjurang. Ia mencontohkan kampung Bayeman dengan motif gambar daun bayam, atau Watertoren dengan motif gambar saluran air Belanda.

Hingga saat ini sudah ada 40 motif batik Magelang. Batik ini terdiri dari batik cap serta tulis. Batik pun sudah dikerjakan oleh delapan Kelompok Usaha Bersama yang terdiri dari ibu rumah tangga, remaja putus sekolah, serta bapak-bapak. "Harga batik bervariatif. Untuk cap dari harga Rp 120.000 dan tulis dari harga Rp 300.000," katanya.

Koko Sisminarko, penggagas batik Magelang yang konsen ke batik tulis menambahkan batik Magelang masih terkendala pemasaran. Saat ini batik Magelang masih dalam tahap mencari pasar. Pasar sendiri hingga saat ini masih dalam lingkup masyarakat Magelang dan beberapa kota besar seperti Jakarta dan Semarang. "Fokus kami adalah mengenalkan motif dahulu. Ini memang tidak gampang, karena batik Magelang masuk dalam kategori baru," kata Koko.

Soal bantuan pemerintah, kata Suko, hanya mensupport peralatan dan fasilitas pelatihan. Untuk pameran batik pun, juga tidak bisa intens setiap saat. "Pemasaran akhirnya kami lakukan dengan media sosial juga," kata Koko.

Selain pemasaran, pengembangan batik Magelang juga terkendala sumber daya manusia. Hingga saat ini pun Koko masih terus menggaet masyarakat untuk bisa turut memproduksi batik Magelang. "Produksi sendiri setiap bulannya hanya 60 potong. Kami tidak bisa produksi banyak karena keterbatasan SDM dan pemasaran," ujarnya.

OLIVIA LEWI PRAMESTI

Topik terhangat:
Susno Duadji
| Ustad Jefry | Caleg | Ujian Nasional


http://www.tempointeraktif.com/hg/travel_berita/2013/05/04/brk,20130504-477870,id.html