Senin, 22 April 2013

Beranda » Ujian Nasional, Hak Difabel Diabaikan

Ujian Nasional, Hak Difabel Diabaikan

Siswa penyandang cacat tuna netra mengerjakan soal Ujian Nasional di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa - A Pembina Tingkat Nasional kawasan Lebak Bulus, Jakarta, Senin (22/4). Sebanyak 131.881 siswa Sekolah Menengah Pertama di DKI Jakarta mengikuti ujian nasional (UN) 2013 diantaranya 91 siswa SMPLB yang digelar hingga Kamis (25/4) mendatang. TEMPO/Eko Siswono Toyudho

TEMPO.CO, Yogyakarta - Akademisi menilai Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan  terus melalaikan kewajiban memberi akses bagi kaum difabel dalam ujian nasional. Padahal kewajiban itu sudah diatur dalam regulasi seperti UU Sisdiknas 2003, Peraturan Menteri tentang Pendidikan Inklusi No 70 tahun 2009 dan Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas yang sudah diratifikasi pemerintah Indonesia.

"Efek paling berat dirasakan kalangan tuna netra, sebab mereka memiliki hambatan dalam membaca soal," kata Ketua Pusat Studi Layanan Difabel Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Ro`fah, Senin 22 April 2013.

Sebelumnya sudah muncul keluhan siswa difabel pada ujian nasional SMA. Siswa difabel tuna netra malah mengaku kesulitan membaca soal dalam huruf braile. Keluhan serupa muncul saat penyelenggaraan ujian nasional SMP hari pertama di Madrasah Tsanawiyah Luar Biasa Yaketunis, Jalan Parangtritis 46, Kabupaten Bantul, Yogyakarta, Senin 22 April 2013.

Seorang siswa Yaketunis Fajar Al-Mujadid, 15 tahun, mengatakan soal nomor 46 dalam huruf braille berbeda dengan yang dibacakan pengawas. "Soal juga membingungkan dan mengecoh," kata dia seusai ujian.

Menurut Ro`fah masalah utama aksesibilitas ujian nasional bagi siswa difabel  bukan pada tersedianya fasilitas soal dan lembar jawaban braile. Dia mengatakan, mestinya ada konsep ujian yang berbeda antara siswa normal dengan siswa difabel. "Substansi soal ujian bisa sama, tapi mekanisme pengerjaan harus dibedakan," ujar dia.

Sebab, katanya, soal dan jawaban berhuruf braile belum tentu memudahkan difabel tuna netra. "Banyak siswa tuna netra tak lihai dalam  membaca braile," ujar Ro'fah. Apalagi bagi siswa dengan hambatan low vision yang jarang belajar membaca braile. "Proses memahami soal juga lebih lama dari cara membaca dengan mata biasa."

Dia mengusulkan, selain soal dan jawaban dalam huruf braile, harus ada pilihan lain berupa soal dan jawaban yang dibacakan perangkat lunak komputer. "Mahasiswa tuna netra sudah mulai jarang memakai braile, mereka lebih senang dengan fasilitas software screen reader yang menyuarakan bacaan tulisan di layar komputer," kata Ro`fah.

Selain itu, ujarnya, bentuk soal bagi difabel tuna netra mestinya menghindari deskripsi gambar dan diganti dengan narasi penjelasan. "Advokasi kebijakan pendidikan bagi difabel perlu segera dijalankan," ujar dia.

ADDI MAWAHIBUN IDHOM | SHINTA MAHARANI

Topik Terhangat:
Ujian Nasional | Bom Boston | Lion Air Jatuh | Preman Yogya | Prahara Demokrat

Berita Terpopuler:
Hari Bumi 2013: Pergantian Musim Google Doodle
Tersangka Bom Boston Ngetwit Setelah Ledakan
Menteri Keuangan Diberhentikan Saat Bertugas di AS
Erik Meijer Dinilai Tidak Pantas Jadi Direksi Garuda
Bom Boston Marathon versi Pelajar Indonesia di AS  


http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/2013/04/22/brk,20130422-475084,id.html