Senin, 22 April 2013

Beranda » Maninjau, Sang Pemikat Perbang Paralayang

Maninjau, Sang Pemikat Perbang Paralayang

Selasa, 23 April 2013 | 07:48 WIB

TEMPO.CO , Jakarta:Satu per satu penerbang Paralayang take off dari Puncak Lawang dan parasut berwarna cerah perlahan naik membawa penerbang melayang di ketinggian di atas Danau Maninjau. Dalam lautan awan, dari parasut warna-warni terlihat pemandangan Danau Maninjau yang biru dan tenang tanpa riak. Danau Maninjau bagaikan cermin besar yang menggambarkan langit dan pepohonan Bukit Langkisau.

Puncak Lawang di Maninjau, Kabupaten Agam, Sumatera Barat memang memikat bagi penerbang paralayang dari berbagai tempat, dalam dan luar negeri. Dalam kejuaraan Agam World Cup Paragliding 2013 tingkat Asia pada 18-21 April 2013 peserta berasal dari Malaysia dan Cina.

Ada tiga lokasi Paralayang di Lawang, yakni lokasi wisata Puncak Lawang, Lawang Park dan di jalan antara Puncak Lawang dan Lawang Park. Ketinggiannya bukit mencapai 700 meter dari lokasi pendaratan di Bayur, tepi Danau Maninjau.

Ketinggian inilah yang menjadi daya tarik penerbang mendatangi Maninjau. Mereka bisa terbang lebih lama. Bandingkan dengan kawasan Puncak, Jawa Barat yang selisih takeoff dan mendaratnya hanya 250 meter.

"Tempat ini sangat cantik, saya sudah empat kali datang untuk terbang kemari, dan suka terbang berlama-lama di udara," kata Salim Mochtar, penerbang Paralayang dari Malaysia.

Pemandanagan di Lawang memang memikat. Tempat di kawasan Lawang Park, saat pertandingan paralayang berlangsung, sedang ada syuting sinetron Si Malin. "Untuk episode pertama, mereka ambil lokasi di Lawang, Maninjau, selain untuk syuting, juga sudah banyak turis dari Jepang dan Eropa datang berkunjung ke sini," kata Zuhrizul Chaniago, pengelola Echo Homestay Lawang Park.

Lawang menjadi daya tarik wisata Agam. Sayangnya olah raga paralayang di Danau Maninja masih menghadapi persoalan tempat landing atau tempat mendarat. Bahkan gara-gara itu, kejuaraan Agam World Cup Paragliding 2013 tingkat Asia pada 18-21 April 2013 kemarin nyaris dibatalkan Komisi Penilaian Lomba Paralayang (KPLP). Mereka menilai tempat mendarat yang kecil beresiko mencederai atlet.

Ketua Federasi Aero Sport Indonesia (FASI) Bidang Paralayang, Djoko Bisowarno mengatakan sudah dua tahun lalu menyurati Pemerintah Kabupaten Agam Sumatera Barat agar membuat tempat landing yang memadai. Tetapi sehari menjelang kejuaraan tempat pendaratan malah semakin kecil. "Kami kompromi KPLP untuk menambah tempat pendaratan dengan mengeringkan dua kolam agar ukuran tempat landing yang minimum terpenuhi, akhirnya ukuran tempat landing bisa memenuhi standar kelayakan minimum 30 meter x 50 meter," kata Djoko Bisowarno.

Para penerbang pun bisa naik lebih tinggi. Dari sana, tampak pemandangan yang tak kalah dari tempat wisata Asia Tenggara lain. Tempat ini tak kalah dari Danau Toba. "Maninjau begitu take off bisa langsung di atas air, di Danau Toba masih jauh,"  kata Djoko Bisowarno yang juga Ketua Federasi Aero Sport Indonesia (FASI) Bidang Paralayang. (Baca Selanjutnya: Suara dari Stalaktit-Stalakmit Goa Gong Pacitan )

FEBRIANTI


http://www.tempointeraktif.com/hg/travel_trip/2013/04/23/brk,20130423-475165,id.html