Minggu, 23 Januari 2011

Beranda » Si Kecil Memakai Kacamata ?? Awas !!

Si Kecil Memakai Kacamata ?? Awas !!

Kacamata tebal identik dengan kutu buku. Namun, bagaimana jika kacamata tebal itu dipakai oleh si batita? Yuk Moms kenali tandanya si kecil membutuhkan kacamata dan bagaimana memilihkan kacamata yang tepat untuk anak.

Faktor Keturunan dan Lingkungan

Menurut Dr Gusti G Suardana, SpM dari Jakarta Eye Center, ada dua faktor penyebab anak memakai kacamata. Yaitu faktor keturunan dan faktor lingkungan. Bila kedua orangtua menggunakan koreksi kacamata, maka besar kemungkinan anaknya akan menggunakan kacamata juga. Namun bila hanya salah satu orangtua yang menggunakan kacamata, peluang ini akan lebih sedikit.

Lantas, bagaimana jika kedua orangtua si anak tidak memakai kacamata? Jawabnya, tetap saja ada peluang bagi anak memakai kacamata. Artinya, ini bukan lagi karena faktor turunan, melainkan faktor lingkungan.

Misal, kebiasaan menggunakan matanya untuk aktivitas dekat atau bahkan sangat dekat secara berlebihan, seperti menonton TV terlalu dekat, main game, bermain play station atau monitor komputer untuk bermain game atau belajar. Akibatnya, jarak mata dan layar tidak terjaga sehingga mempercepat anak-anak yang memang secara genetik memiliki potensi kerusakan mata menjadi lebih cepat harus menggunakan kacamata.

Kalau begitu, melihat atau membaca dengan jarak dekat akan memicu timbulnya minus? Ya! Menurut Dr Gusti, hal itu karena dengan melihat terlalu dekat, anak harus melihat dengan akomodasi kuat. Artinya, ada upaya mata untuk menyesuaikan diri terhadap stres. Alhasil, saat melihat jauh, fokus akan jatuh di depan retina - dengan kata lain myopia - sehingga membutuhkan kacamata minus untuk melihat jauh.

Cegah Mata Agar Tidak Cepat Rusak

Mengenai faktor keturunan, itu sudah harga mati. Namun kalau faktor lingkungan, masih bisa kita cegah:

Jangan biarkan anak menggunakan matanya terlalu dekat secara berlebihan. Diharapkan minus tidak muncul sangat dini, yang dapat membuka peluang menjadi minus tinggi di kemudian hari dengan segala konsekuensinya.

Bila si kecil matanya sudah terlanjur minus, segera periksakan ke dokter untuk dipilihkan kacamata yang sesuai untuk membantu penglihatannya. Karena untuk bisa sembuh dengan tidak memakai kaca mata dan penglihatan menjadi normal kembali mungkin sulit. Kecuali bila telah dewasa, bisa dilakukan bedah refraktif seperti lasik seperti yang banyak dikenal saat ini. Dan itu pun dilakukan bila minusnya memang sudah tidak berubah lagi.

Siapkan Mental Anak

Kacamata pada anak cenderung akan membatasi gerak-geriknya. Apalagi, pada usia ini mereka sedang dalam tahap perkembangan fisik yang pesat. Usia preschooler biasanya sedang senang-senangnya berlarian, atau bermain role play seperti tokoh idolanya. Kacamata jelas akan membatasi gerak anak.

Sehingga mereka cenderung tidak mau memakainya. Tentunya ini dapat membuat minus mata anak bertambah. Atau ada anak-anak yang menjadi tidak diajak bermain oleh temannya karena takut mengenai kacamatanya. Hal ini dapat membuat anak menjadi minder atau kecil hati karena tidak diajak bermain.

Menurut Septiana Runikasari dari Divisi Konseling dan Edukasi Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia menuturkan ketika anak didiagnosa harus menggunakan kacamata, maka secara mental ia memang harus dipersiapkan mengenai hal-hal yang akan terjadi. Beri penjelasan atau alasan ilmiah mengapa ia harus menggunakan kacamata, misalnya ada kelainan bola mata, agar dapat melihat lebih jelas dan mengikuti pelajaran di sekolah.

Biasanya ketika baru pertama kali memakai kacamata, seringkali anak merasa minder, berubah menjadi pendiam, atau tidak mau bermain di luar rumah. Jika anak ‘ngambek’ ketika diejek oleh teman-temannya karena berkacamata, itu wajar. “Ajarkan anak untuk percaya diri, bahwa berkacamata bukanlah cacat. Bisa saja dihibur bahwa berkacamata akan menambah cantik atau ganteng,” jelasnya. Kalau perlu beri contoh tokoh-tokoh seperti dokter atau bapak Ibu guru yang menggunakan kacamata. Dengan kacamata akan lebih jelas melihat, membaca dan bermain sehingga prestasi anak akan menjadi lebih bagus.

7 Tanda Mata si Kecil Bermasalah

Membaca dan menonton TV terlalu dekat. Hal ini akan membuat mata terakomodasi dan cepat lelah dan mempercepat terjadinya penurunan visus mata. Tapi, tahukah Moms bahwa mungkin saja anak Anda ‘terpaksa’ melakukannya karena jarak pandangnya sudah mulai menurun? Bisa jadi ia membaca atau menonton terlalu dekat bukan cuma karena kebiasaan, tapi karena memang matanya sudah mulai bermasalah.

Mengucek-ngucek mata dan cepat mengantuk. Gangguan visus akan membuat objek yang jauh terlihat kabur. Anak akan merasa seperti melihat objek yang berkabut. Lama kelamaan matanya menjadi lelah dan mengantuk.

Perhatikanlah tanda seperti ini. Tapi bukan berarti setiap anak yang cepat mengantuk karena gangguan pada matanya. Ini hanya salah satu penyebabnya.

Memicingkan matanya. Memicingkan mata saat melihat jauh merupakan tanda yang signifikan adanya gangguan pada mata si kecil. Memicingkan mata dilakukan untuk mengurangi paparan cahaya yang mengenai mata, sehingga diharapkan objek akan terlihat dengan lebih jelas.

Biasanya dilakukan pada keadaan silau dan pada objek-objek yang jauh. Jika si kecil melakukannya pada objek-objek yang relatif tidak perlu memicingkan mata, curigai bahwa ada gangguan pada jarak pandangnya.

Menutup sebelah matanya. Gangguan visus kerap kali hanya mengenai sebelah mata saja. Anak akan menemukan bahwa salah satu matanya bisa melihat dengan lebih jelas ketimbang mata yang satunya.

Saat melihat objek jauh, ia akan mengandalkan mata yang sehat tersebut dengan cara menutup matanya yang terganggu. Jika Anda menemukan kebiasaan tersebut, jangan hanya sekedar menganggap bahwa si anak melakukannya karena iseng, atau sedang bercanda, karena bisa jadi itu merupakan salah satu tanda matanya sedang bermasalah.

Prestasi belajar menurun. Pernahkah Anda mendengar pendapat bahwa anak-anak yang berkacamata itu lebih pintar ketimbang yang tidak? Hal itu sebenarnya membuktikan bahwa mata punya peranan sangat penting dalam menunjang proses belajar anak.

Bayangkan apa yang terjadi jika seorang anak diminta untuk mengerjakan soal di papan tulis oleh gurunya, sedangkan ia tidak bisa membaca dengan jelas tulisan di papan tulis? Besar kemungkinan ia tidak bisa mengerjakannya bukan karena ia kebodohannya, melainkan karena ia tidak bisa membaca soalnya. Guru tentu saja akan memberikan penilaian buruk pada prestasinya, apalagi jika ternyata di mata pelajaran yang lainpun demikian. Jika ia bisa melihat dengan jelas, tidak ada perbedaan tingkat kecerdasan antara anak yang berkacamata dengan yang tidak.

Mengeluh pusing dan sakit kepala. Apa yang terjadi jika salah satu mata bisa memandang dengan jelas, sedangkan mata yang satu lagi tidak? Keluhan yang paling umum terjadi adalah pusing, dengan/tanpa sakit kepala. Keluhan ini bukan semata-mata disebabkan oleh beban pelajaran sekolah yang berat, tapi lebih dari itu mungkin disebabkan gangguan pada matanya.
Mata sering berkedip, perih, dan berair. Anak akan lebih sering mengedipkan matanya untuk menyingkirkan rasa berkabut di matanya. Kebiasaan ini jika berlanjut maka ia akan merasa matanya perih dan berair jika tidak berkedip. Kedipan ini akan mengurangi frekuensi memicingkan mata. Bahkan ia bisa melihat lebih jelas dengan mata yang basah, seperti sedang memakai kacamata.

www.orde-baru.blogspot.com