Minggu, 16 Januari 2011

Beranda » Hepatitis yang Sulit Terdiagnosis

Hepatitis yang Sulit Terdiagnosis

Sekitar 70 persen kasus hepatitis virus menahun luput dari diagnosis. Padahal dalam fase lanjut, penyakit ini bisa menyebabkan kanker hati. Vaksinasi hepatitis bisa menjadi alternatif pencegahannya. 

Hepatitis sampai saat ini masih menjadi salah satu musuh berbahaya bagi manusia. Apalagi penyakit peradangan hati yang diakibatkan oleh virus ini merupakan penyebab utama kanker hati. Hepatitis ini terdiri atas tiga jenis, yaitu hepatitis A, B, dan C.


Dijelaskan oleh Prof Dr H Ali Sulaiman Sp PD–KGEH dari Klinik Hati, bahwa hepatitis A adalah radang hati yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis A yang ditularkan dari manusia ke manusia melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi. Virus ini termasuk dalam kelompok enterovirus RNA yang bereplikasi di dalam sel hati.

Sebagian besar infeksi virus hepatitis A tidak mengakibatkan terjadinya infeksi kronis. Seseorang bisa memperoleh kesembuhan sempurna. Namun, virus ini tetap harus mendapatkan perhatian, terutama jika terjadi koinfeksi dengan penyakit lain seperti hepatitis B atau C.

Selama ini hepatitis biasa muncul dari tempat yang tidak bersih. Namun, kini telah terjadi perubahan pola infeksi virus hepatitis A. Orang dengan standar kebersihan tinggi pun mulai terserang virus berbahaya ini. Hal ini disebabkan kelompok tersebut hanya sedikit memperoleh imunitas dalam masa anak-anaknya. ”Orang yang terlalu resik, higienis, atau tidak pernah jajan, justru rentan terkena hepatitis A karena tidak punya antibodi alami,”

Sementara hepatitis B menjadi masalah kesehatan yang mengkhawatirkan.
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lebih dari 350 juta orang di dunia terinfeksi virus tersebut dan merupakan salah satu penyebab utama penyakit hati kronik, sirosis, dan kanker hati. Terhitung bahwa 1 juta orang meninggal setiap tahunnya karena hepatitis B kronik dan merupakan satu dari sepuluh penyebab kematian terbesar.

”Hepatitis B virus yang tidak mendapatkan pengobatan itu dapat menjadi penyakit hepatitis menahun, kanker hati, dan sirosis hati,”

Adapun virus hepatitis C merupakan salah satu penyebab infeksi hati menahun (kronik) dan dapat berakhir pada sirosis, kanker hati, dan kematian. Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa virus hepatitis C telah menyerang lebih dari 170 juta orang di seluruh dunia dengan 3–4 juta infeksi baru setiap tahunnya. Sekitar 80 persen dari orang yang baru terinfeksi, penyakitnya akan terus berkembang menjadi infeksi kronik. Sirosis terjadi pada sekitar 10 sampai 20 persen penderita hepatitis C kronik dan kanker hati terjadi pada 1 sampai 5 persen penderita hepatitis C kronik dalam kurun waktu 20–30 tahun.

Virus hepatitis C menyebar melalui kontak langsung dengan darah atau produk darah. Jalur utama infeksi virus hepatitis C di dunia adalah melalui transfusi darah yang tidak ditapis dan pemakaian jarum suntik yang tidak steril secara bergantian. Sekalipun jarang, hepatitis C bisa juga menular melalui aktivitas seksual dan dari ibu kepada anaknya selama proses persalinan.

Di banyak negara berkembang, di mana darah dan produk darah masih belum diproses dengan prosedur penapisan yang benar, jalur penularan utama adalah melalui penggunaan alat-alat suntik yang tidak steril dan transfusi dengan darah yang tidak ditapis. Mereka yang melakukan praktik sirkumsisi (sunat) tradisional dan tato menggunakan alat yang tidak disterilisasi juga berisiko tertular.

Dikatakan oleh Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, dr Dien Emawati MKes, berdasar survei yang dilakukan dari 11 rumah sakit di Jakarta pada 2007–2009 diketahui sekira 46 persen berasal dari pengguna narkoba,c 32 persen penderita hepatitis C berada di usia produktif yaitu 30–39 tahun, dan sebesar 18 persen berasal dari infeksi anggota keluarga.

”Penanganan intensif serta melakukan upaya preventif melalui edukasi pada masyarakat, misalnya dengan mengejar para kader karena lebih dekat dengan masyarakat sangat diperlukan,”

Dien menjelaskan, kasus hepatitis virus banyak ditemukan dalam praktik klinik sehari-hari. Namun, biasanya pasien sudah datang dalam kondisi lanjut karena terlambatnya diagnosis. Penyebab keterlambatan itu antara lain karena penyakit tidak menunjukkan gejala dan tanda klinis yang jelas. Penyakit itu biasanya luput dari diagnosis oleh dokter karena perjalanan penyakit tidak nyata dan penderita kerap tidak merasakan atau menyadarinya.

”Ketiadaan gejala yang khas pada tahap awal perkembangan penyakit hepatitis virus mengakibatkan kebanyakan pasien terdiagnosa pada stadium lanjut dari penyakit hati,” 

Selain itu, penyakit ini biasanya luput dari diagnosis oleh dokter umum dan dokter puskesmas karena kurangnya pemahaman dan kemampuan mendiagnosis penyakit ini. Menemukan penyakit hepatitis virus pada tingkat dini adalah suatu hal yang sangat penting dan mendesak untuk dilaksanakan.

Untuk mengantisipasi meningkatnya angka kejadian penyakit yang disebabkan hepatitis virus, di Jakarta sudah sekitar 1.000 dokter puskesmas dilatih dengan harapan mereka dapat mengenali hepatitis virus, seperti dengan melakukan deteksi dini, dan merujuk ke layanan rumah sakit jika tidak bisa diobati di puskesmas.

”Jika ternyata hepatitis yang diderita seseorang berkembang menjadi sirosis atau kanker hati, pengobatan akan sangat mahal,” 

Deteksi dini juga penting, terutama untuk virus hepatitis C agar tidak terjadi penularan dari orang dewasa ke orang dewasa lain melalui kontak darah atau dari ibu ke bayi yang akan dilahirkannya.

Ali menyatakan, tindakan preventif yang tak kalah penting untuk hepatitis B adalah vaksinasi hepatitis B. Infeksi hepatitis B saat dewasa kemungkinan berkembang menjadi penyakit hati menahun, sirosis, atau kanker hati sekira 5 persen. Sebaliknya, infeksi virus hepatitis B yang terjadi saat lahir, risiko menjadi parah sekitar 95 persen. ”Oleh karena itu, cakupan vaksinasi hepatitis B bagi bayi sangat penting. Sementara untuk hepatitis C belum ada vaksinasinya,”

www.orde-baru.blogspot.com