Jumat, 31 Desember 2010

Beranda » 1,6 Juta Wanita Indonesia Menikah dengan Pria Berisiko AIDS

1,6 Juta Wanita Indonesia Menikah dengan Pria Berisiko AIDS

Data Kementerian Kesehatan RI pada 2010 menyebutkan bahwa 1,6 juta wanita Indonesia berhubungan seks dengan pria berisiko AIDS.

 Dr Nafsiah Mboi SpA MPH, Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) menjelaskan bahwa banyak wanita yang menikah dengan pria beresiko AIDS.


“Hanya karena menikah dengan pria berperilaku berisiko AIDS, wanita tertular. Padahal, ia tidak berperilaku berisiko, seperti selingkuh ataupun memakai narkoba,“

Angka penularan HIV/AIDS bisa jadi banyak lantaran wanita menikah dengan 3,1 juta pria yang membeli seks di mana 230 ribu di antaranya pengguna narkoba suntik (penasun) dan 800 ribu lainnya adalah GWL (gay, waria, laki-laki seks dengan laki-laki/LSL).

“Kami melakukan analisa gender, ternyata pemicunya adalah laki-laki di mana 3,1, juta di antaranya berperilaku seks berisiko secara sengaja, seperti tidak mau pakai kondom,“

Selain ditularkan dari pria yang dinikahinya, wanita yang berisiko AIDS, yakni sebanyak 230 ribu, adalah wanita pekerja seks komersil (PSK).

“Bisa dibilang, mereka tertular akibat risiko pekerjaan. Mereka enggak bisa pakai kondom. Sebagian besar sudah menawarkan pelanggannya untuk pakai kondom, tapi kalau laki-lakinya enggak mau, mereka enggak dapat uang, dong? Padahal, mereka harus mencari nafkah. Mereka adalah korban pekerjaan,“ 

Ketimpangan gender

Nafsiah mensinyalir penyebabnya adalah ketimpangan gender. Kaum hawa dipandang sebagai pihak subordinat yang harus bersikap pasrah.

“Dalam budaya kita, yang menjadi decision maker untuk seks, termasuk pakai kondom atau tidak, pakai narkoba atau tidak adalah pria. Padahal, salah satu prinsip penanggulangan AIDS adalah kesetaraan gender. Kita harus menghilangkan pandangan bahwa wanita adalah pihak yang bisa disewa untuk kenikmatan,“

“Pada akhirnya, upaya pencegahan dilakukan lebih ditujukan kepada pihak laki-laki, lewat pemberian edukasi,“

Edukasi akan sangat efektif terutama pada generasi muda, usia 15-24 tahun. Selanjutnya, di perusahaan atau tempat kerja, dan di tempat transaksi seks.

“Mereka harus belajar bagaimana menghargai gender, bertanggung jawab terhadap setiap tindakan, kami juga menyediakan kondom gratis di lokalisasi, dan lewat berbagai sarana lainnya,“ 

www.orde-baru.blogspot.com