Rabu, 05 Januari 2011

Beranda » Waspadai Virus "Bunuh Diri" Sejak Dini

Waspadai Virus "Bunuh Diri" Sejak Dini

Kasus bunuh diri kian meningkat saja. Depresi biasanya menjadi salah satu penyebabnya. Berita tentang bunuh diri di media juga memiliki peran mewabahnya virus ”bunuh diri”ini.


Nur Fikri, 22, tewas gantung diri menggunakan kabel di kamar kosannya, di Jalan Cilandak No 40, Sarijadi, Bandung, Minggu (2/1). Mahasiswa Institut Manajemen Telkom (IMT) ini belakangan diketahui depresi karena mendapati pacarnya hamil. Dia tak mampu keluar dari persoalan tersebut, termasuk cara menyampaikan persoalan ini kepada orangtua.

Sehari berselang, kejadian bunuh diri kembali terulang. Kali ini kisahnya lebih dramatis dan menarik perhatian masyarakat. Seorang lelaki paruh baya nekat melompat dari lantai 6 di Blok M Square. Diduga pria ini bunuh diri karena depresi dengan penyakit yang dideritanya. Depresi memang biasanya menjadi salah satu alasan orang melakukan bunuh diri. Malah fenomena ini sepertinya semakin menjadi tren saja.

”Apa pun masalahnya, jika tidak bisa mengatasi, seseorang bisa saja terserang depresi,” kata psikiater kondang dari Rumah Sakit Omni Alam Sutera Tangerang, dr Kresno Mulyadi SpKJ.

Dijelaskan Kresno, banyak penyebab seseorang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Namun yang paling besar, kejadian ini dikarenakan masalah kesehatan jiwa si orang yang bunuh diri seperti depresi juga skizofrenia.

Berdasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), persoalan mental merupakan penyebab utama terjadinya bunuh diri. Di seluruh dunia, diperkirakan 1 juta orang mati bunuh diri setiap tahunnya. Jika di rata-rata, maka setiap 40 menit terjadi satu kasus bunuh diri di dunia.

”90% bunuh diri terjadi karena masalah kesehatan jiwa,” tandasnya saat di wawancara langsung oleh SINDO.

Hal yang sama juga dikatakan oleh Psikiater dari Rumah Sakit Omni Alam Sutera Tangerang, dr Andri SpKJ,depresi merupakan gangguan paling sering yang terdapat dalam gangguan mood.

Depresi juga merupakan penyakit yang cukup umum terjadi saat ini, di mana 10% dari penduduk di Amerika Serikat menderita penyakit ini setiap tahunnya dengan atau tanpa pengobatan. Penderita depresi usia 15-45 tahun memberikan dampak pengeluaran yang besar dalam masyarakat, terhitung 10,3% dari seluruh total biaya kesehatan di seluruh dunia.

”Salah satu yang harus diwaspadai pada penderita depresi adalah adanya pikiran bunuh diri yang sering kali muncul dengan atau tanpa rencana pelaksanaan yang jelas,” ungkap dokter lulusan Universitas Indonesia ini.

Bunuh diri merupakan masalah kesehatan yang besar. Di seluruh dunia, kira-kira 1% kematian berhubungan dengan bunuh diri. Di Amerika Serikat bunuh diri merupakan penyebab ke-8 dari penderita yang meninggal. Pada remaja dan dewasa muda merupakan 1 dari 3 penyebab kematian. Masih dijelaskan Andri, bunuh diri merupakan salah satu tindakan yang individual.

Walaupun begitu, untuk mengerti secara benar tentang hal ini, haruslah dilihat dalam bentuk konteks sosial juga terjadinya peristiwa itu. Pengenalan terhadap faktor-faktor yang berpengaruh terhadap bunuh diri sangat penting.

”70% dari orang yang melakukan bunuh diri sebenarnya telah berkunjung kepada dokter mereka dalam waktu 6 minggu sebelum mereka memutuskan untuk bunuh diri,” kata dokter yang menjadi anggota Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI).

Dijelaskan olehnya, kebanyakan dari mereka telah mengomunikasikan tentang ide bunuh diri mereka kepada dokternya dan menemui dokternya sebelum ajal.Kasus ini sebenarnya dapat dicegah karena sebagian besar pelaku bunuh diri (70%) telah mendatangi dokter mereka 6 minggu sebelum kejadian.

Hal ini perlu mendapatkan perhatian agar para dokter dapat mengetahui lebih awal faktorfaktor risiko yang menyebabkan seorang bunuh diri sehingga angka kejadian bunuh diri pun tidak semakin tinggi.

”Orang yang umumnya mengalami depresi berat perlu untuk melepaskan beban dan menjadikan mereka berpikir mengenai jalan praktis untuk menghindari depresi berat yang akhirnya bunuh diri,” papar dia.

Fenomena bunuh diri yang dilakukan di tempat ramai,seperti di pusat perbelanjaan pun dikaitkan dengan penyebab seseorang bunuh diri. Struktur bangunan yang tinggi membuat pelaku bunuh diri merasa ini tempat yang cocok untuk mengakhiri hidup.

Loncat dari ketinggian adalah pilihan mereka. Sayangnya, hal ini ternyata juga menjadi pemicu bagi calon-calon pelaku lain untuk mengikuti aksi bunuh diri seperti ini. Jadilah beberapa bulan belakangan ini media melaporkan aksi bunuh diri meloncat dari ketinggian mal yang sepertinya menular.

”Ada fenomena ’ikut-ikutan’ dalam kejadian bunuh diri di mal. Mereka merasa, mal menjadi tempat yang tepat karena biasanya orang yang bunuh diri di mal langsung meninggal,” ungkapnya.

Banyak orang mengira para pelaku bunuh diri adalah orang yang tidak beriman. Mereka mengambil jalan pintas untuk mendapatkan kebebasan dari tekanan yang menghimpit. Hendaknya kita tidak bersikap demikian. Apa yang terjadi pada pelaku bunuh diri terkadang sulit dipahami oleh kita yang sedang dalam kondisi yang baik.

”Peran media juga sangat terkait dengan kejadian ini,” tuturnya.

Banyak televisi akhirnya berbondong- bondong untuk ikut memberikan pemberitaan yang menyeluruh, detail, dan sedikit didramatisasi.

Semuanya dilakukan mungkin untuk memberikan informasi kepada masyarakat secara menyeluruh. Andri menjelaskan, di belakang semua itu terkandung suatu risiko yang cukup tinggi, terutama bagi orang dengan gangguan kesehatan jiwa yang memiliki ide bunuh diri yang menonton acara tersebut.

Gambaran yang terlalu detail dan dramatis tentang pemberitaan kejadian bunuh diri sangatlah tidak disarankan. Apalagi bila kejadian bunuh diri tersebut dilakukan oleh seorang pesohor atau selebritis.

Terkadang media lupa dengan ikut menggambarkan adegan reka ulang untuk kasus-kasus bunuh diri secara detail. Tidak mengherankan mengapa kejadian kasus bunuh diri dengan cara melompat seperti terkesan menular dan menjadi tren belakangan ini.

”Hal ini dapat memicu pemirsa untuk melakukan hal yang sama,” ungkapnya.

www.orde-baru.blogspot.com