Minggu, 09 Januari 2011

Beranda » Pengaruh Game Kekerasan Bagi Anak

Pengaruh Game Kekerasan Bagi Anak

Game yang mengandung unsur kekerasan terbukti tidak memengaruhi perilaku negatif anak. Penelitian di Kanada menunjukkan, bermain game tidak menimbulkan efek jangka panjang terhadap ingatan emosional seseorang.

Maraknya game di komputer yang mengandung berbagai bentuk kekerasan menimbulkan keresahan bagi para orangtua. Argumen yang biasanya diucapkan adalah game tersebut bisa membuat anak-anak cenderung menjadi suka dengan kekerasan dan pada akhirnya justru anakanak itulah yang melakukan kekerasan terhadap lingkungannya.

Tapi baru-baru ini, muncul sebuah penelitian terbaru yang mengatakan sebaliknya. Para peneliti mengungkapkan, game yang penuh dengan kekerasan sebenarnya tidak ada efek jangka panjang bagi perilaku seseorang, terutama untuk waktu yang lama.

Hasilnya, orang yang suka main game akan menghapus gambaran negatif terhadap kekerasan yang dilihat dalam tes memori dan mengeluarkan reaksi emosi dalam level yang sama, seperti juga yang dilakukan pada orang yang tidak suka main game.

“Orang yang suka bermain game dan yang tidak, tidak berbeda jauh isi memori dan reaksi fisiknya,” kata penulis studi Holly Bowen, seorang kandidat doktor di Departemen Psikologi, Ryerson University, Toronto, Kanada.

“Selain itu, tidak ada perbedaan juga dalam cara masing-masing kelompok menghadapi suatu hal setelah melihat gambaran negatif akan kekerasan,”

Penemuan ini diterbitkan dalam edisi Januari jurnal Applied Cognitive Psychology. Kata Bowen,sebagian besar penelitian tentang dampak game dan kekerasan, bagaimanapun, telah dilakukan uji coba kepada para pencinta game segera setelah mereka bermain game, dan hasilnya tidak mencerminkan efek jangka panjang.

Untuk menilai apakah game kekerasan memengaruhi otak seseorang dalam jangka panjang tersebut, dia dan koleganya, Julia Spaniol, merekrut 122 mahasiswa program sarjana psikologi untuk berpartisipasi dalam studi mereka.

“Memori yang menyangkut emosi adalah bagian sangat penting dari fungsi kognitif Anda. Jika Anda tidak ingat akan situasi negatif atau berbahaya, Anda tidak bisa belajar dari hal tersebut dan menghindari kejadian tersebut di masa mendatang,”

Sejumlah 96 dari relawan penelitian adalah perempuan dan usia rata-rata mereka 19 tahun. Sementara itu, 45 orang dalam grup tersebut setidaknya bermain game selama enam bulan sebelumnya. Sementara 77 orang sisanya tidak mendapatkan paparan dari game kekerasan.

Baik partisipan pria maupun wanita diminta bermain game Grand Theft Auto, Final Fantasy, dan NHL (National Hockey League). Para pria dilaporkan masuk dalam lima orang dengan nilai tertinggi games bertarung Call of Dutydan Tekken.

Sementara partisipan wanita lebih suka bermain Guitar Hero dan Rock Band atau bermain adu cepat mengendarai go-kart Mario Kart. Penelitian ini memperlihatkan 150 gambaran atau image, yaitu positif, netral, dan negatif kepada para partisipan.

Satu jam setelah bermain, para peneliti memperlihatkan kepada para partisipan gambaran yang lain lagi, namun diberikan secara acak sebagai image pengecoh. Jika otak penyuka game telah dipengaruhi oleh bermain game, para peneliti berteori bahwa mereka harusnya kurang mampu untuk menghapus atau mengingat kembali gambaran kekerasan tersebut. Namun, para peneliti tidak menemukan perbedaan dalam memori ingatan antara kedua kelompok tersebut.

Dan, para gamers dan non-gamers melaporkan tingkatan yang sama dari rangsangan fisik dari image yang tergambar dan memperlihatkan perasaan yang sama bila melihat sebuah foto. Namun, Bowen menjelaskan, penelitian ini tidak dapat secara pasti menegaskan bahwa game kekerasan tidak mempengaruhi orang untuk melakukan kekerasan.

“(Studi ini) tidak memberikan sepotong teka-teki, dan mungkin, bermain game tidak memiliki efek jangka panjang pada proses kognisi dan memori,”

Dia dan koleganya mencatat, bagaimanapun para relawan hanya menjelaskan gairah mereka terhadap sebuah gambaran kekerasan bukan dimonitor denyut jantung dan tanggapan fisiologis lainnya, dan penelitian lebih lanjut memang masih dibutuhkan.

“Premis dari studi ini adalah bahwa kita berpikir orang yang terpapar game yang menampilkan kekerasan mungkin akan peka terhadap kekerasan, dan jika hal itu terjadi, mereka seharusnya tidak mengingat sejumlah gangguan dan gambar kekerasan yang sama banyaknya,”

www.orde-baru.blogspot.com