Selasa, 11 Januari 2011

Beranda » Nyaris 50% Pekerja Kesehatan Tidak Bisa Cuci Tangan Dengan Benar

Nyaris 50% Pekerja Kesehatan Tidak Bisa Cuci Tangan Dengan Benar

Penanganan dari pasien satu ke pasien lainnya dan kondisi lingkungan di dalam rumah sakit menjadikan tangan para dokter dan perawat rentan menjadi media penularan kuman penyakit. Meski kebiasaan menjaga kebersihan tangan telah terbukti dapat mengurangi penyebaran kuman patogen di fasilitas-fasilitas kesehatan, masih banyak pekerja kesehatan yang tidak menjalankan prosedur mencuci tangan selama bekerja.

MenyikapI kondisi ini, Bayer Schering Pharma dan Perhimpunan Pengendalian Infeksi Indonesia (Perdalin) bekerjasama dalam sebuah kampanye kebersihan tangan dan pengendalian infeksi yang ditujukan kepada dokter dan perawat di beberapa rumah sakit di Indonesia.


”Sebagai perusahaan global yang memiliki kompetensi dalam bidang kesehatan, Bayer ingin berperan aktif dalam upaya-upaya peningkatan kualitas hidup masyarakat di Indonesia. Melalui kerjasama ini, kami ingin meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga kebersihan tangan bagi dokter dan perawat untuk mengendalikan penyebaran infeksi di fasilitas-fasilitas kesehatan,” tutur Allen Doumit, Country Division Head Bayer Schering Pharma.

Kampanye juga merupakan bentuk dukungan pada program ”Save Lives: Clean Your Hands” dari The World Health Organization (WHO) yang bertujuan meningkatkan kebiasaan para pekerja kesehatan membersihkan tangan pada waktu-waktu tertentu serta dengan cara yang benar.

”Perdalin akan terus berperan aktif dan memberikan kontribusi bagi praktek pengendalian infeksi di Indonesia, melalui berbagai aktivitas yang didukung oleh pemerintah dan organisasi lainnya. Pada tahun pertama pelaksanaan Kampanye Kebersihan Tangan dan Pengendalian Infeksi bersama Bayer ini, berbagai kegiatan seperti simposium, lokakarya, dan diskusi akan diselenggarakan di beberapa rumah sakit di Indonesia,” jelas Dr. Latre Buntaran, Sp-MK, Sekretaris Jenderal Perdalin.

Studi di beberapa negara menunjukkan bahwa tingkat kebiasaan mencuci atau membersihkan tangan di kalangan pekerja kesehatan di rumah sakit masih di bawah 50 persen. Laporan yang ditulis Duerink DO, et.al., (2006), dari suatu kelompok studi resistensi antimikrobial di Indonesia mengatakan bahwa protokol standar, penyediaan sarana mencuci tangan, aktivitas penyuluhan, dan evaluasi kinerja berhasil menaikkan kepatuhan kebersihan tangan pada departemen penyakit dalam dari 46 persen hingga 77 persen dan departemen kesehatan anak dari 22 persen ke 62 persen.

”Melalui kampanye ini, kami berharap para dokter dan perawat di Indonesia akan lebih memahami dan meningkatkan kepeduliannya dalam menjaga kebersihan tangan untuk mengendalikan penyebaran infeksi di lingkungan rumah sakit, serta lebih gencar lagi mengingatkan pasien untuk rajin mencuci tangan untuk menghindari penularan penyakit,” ujar Ketua Perdalin, Prof. Dr. Djoko Widodo, DTM&H, SpPD-KPTI pada kesempatan yang sama.

Penularan mikroorganisme dalam lingkungan rumah sakit melalui tangan pekerja kesehatan dapat terjadi dengan berbagai cara. Awalnya, kuman penyakit berpindah dari tangan atau kulit pasien ke barang-barang yang ada di sekitar pasien, seperti pakaian, tempat tidur, selimut, dan lain-lain.

Kemudian, dokter atau perawat pun terkontaminasi saat melakukan pemeriksaan atau perawatan rutin dengan menyentuh kulit pasien atau barang-barang di sekitarnya, meski mereka menggunakan sarung tangan sekalipun. Kuman penyakit dapat bertahan di tangan para pekerja kesehatan selama setidaknya beberapa menit setelah kontaminasi terjadi.

“Karena itu, membersihkan tangan yang dikenal sebagai 5 momen, yaitu sebelum kontak dengan pasien, sebelum tindakan asepsis, setelah terkena cairan tubuh pasien,setelah kontak dengan pasien, dan setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien merupakan prosedur yang paling utama dalam mencegah kuman berkembang biak dan menyebar di rumah sakit,” tambah Prof. Djoko.

Terkait kesulitan yang dihadapi para pekerja kesehatan dalam mematuhi prosedur mencuci tangan selama bekerja, mereka mengungkapkan beberapa alasan. Di antaranya adalah kurangnya infrastruktur dan peralatan yang memadai dan letaknya strategis, terlalu sibuk, tangan tidak terlihat atau terasa kotor, bekerja menggunakan sarung tangan, iritasi kulit karena terlalu sering mencuci tangan dengan air dan sabun, dan mencuci tangan terlalu banyak menghabiskan waktu.

Sebagai solusi dari masalah-masalah ini, WHO dan institusi-institusi kesehatan di banyak negara mengadopsi penggunaan cairan antiseptik sebagai standar kebersihan tangan dalam situasi klinis. Pasalnya, berdasarkan beberapa penelitian, cairan antiseptik lebih ampuh membunuh bakteri di tangan, membutuhkan waktu yang lebih sedikit untuk membersihkan tangan, lebih praktis, dan lebih dapat ditoleransi oleh kulit.

www.orde-baru.blogspot.com